Pemberontakan Hati Nurani bisa di suarakan melalui orasi dalam lirik, Band – band bawah tanah menyuarakannya

Esistensi musik beraliran keras seperti, Gothic, Metal hingga Progressive Rock terus meraja meski ta segempita musik pop. Apalagi racikan alunan jenis musik ‘Bawah Tanah’ ini mengandung irama yang cukup enak di telinga.

Pertautan antara lirik dan irama selalu dijaga. Lirik tidak sekedar berkisah tentang cinta. Tetapi, lebih berkisah kepada pergulatan terhadap ketidakadilan di belahan dunia. Pada umumnya masyarakat di Indonesia lebih memilih musik pop dan dangdut ketimbang metal atau heavy metal. Apalagi hampir setiap harinya beberapa televise sering menayangkan kelompok – kelompok musik yang berada di jalur industri konvensional.

Tak dapat dimungkiri, banyak kelompok musik pengusung aliran musik keras menyuarakan pesan dan kritik yang tidak bisa disampaikan jika melalui jalur musik konvensional. Karenanya, merekapun memilih jalur musik underground alias bawah tanah untuk bersuara, terutama mengenai hal – hal yang dijalur musik biasa boleh jadi dibungkam

Untuk menyuarakan kritik melalui orasi, band The Roots Of Madinah boleh jadi salah satu kelompok pengusung kritik. Setiap orasi di dalam lirik – liriknya mengandung pesan.

Lagu dari Jakarta Hingga Jalur Gaza, misalnya, begitu kental dengan dukungan terhadap orang – orang yang tertindas di Timur Tengah.

Band yang didirikan 24 Mei 2008 itu selalu mengusung tema kebebasan berekspresi. Mereka beranggotakan Thufail Al Ghifari pada vocal, Udenk hermawan (Gitar), Arif Saifullah (Gitar) Bobby (bas) dan Ivan Noval Husni (Drum).

“Kritik social selalu ada dalam setipa lirik lagu – lagu kami. Memang, kami sangat antiliberal sehingga melalui music kami bebas berekspresi” Ujar Thufail kepada Media Indonesia di Jakarta, Pertengahan pekan ini.

The Roots Of Madinah telah mengeluarkan dua albu. Yaitu, Konfrontasi Teror pada tahun 2009 dan Melody Maker pada tahun 2011. Sementara itu, Thufail telah mengeluarkan dua album sendiri yaitu, Syair Perang Panjang (2005) dan Dari Atas Satu Tanah Tempat Kita Berpijak (2007).

Jika diperhatikan secara detail, lirik lagu Sejarah Darah Dan Sampah menceritakan tentang pergolakan di Indonesia. Ada pelanggaran hak asasi manusia(HAM) hingga konspirasi.

Kendati mengusung tema kritis, beberapa lagu juga lekat dengan perpaduan nilai – nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Karakteristik suara sang vokalis cukup kental dengan getaran (serak). Dentuman drum pun menjadi cirri khas band yang terbentuk di kota Bandung itu.

Mengusung tema yang kontroversial membuat The Roots Of Madinah tidak pernah diterima dapur rekaman besar. Untuk itu, mereka menggandeng produser berlalbel Indie alias independen.

“Band Kami mengusung nilai nilai Islam, tapi bukan berarti kami tak luput dari kesalahan. Kami buktikan music rock tidak selalu harus hidup dalam hedonism dan mabuk – mabukan,” Jelas Thufail lagi.

Kini bersama bandnya, pria kelahiran 11 Mei 1982 itu tengah menyusun sebuah tur manggung di beberapa kota di pulau Sumatra dan Kalimantan. “Ya Begitulah, saya selalu percaya orasi melalui music menjadi cara yang dapat menegakkan kebenaran” tukasnya santai.

Selain The Roots Of Madinah, band Gelap juga memiliki karakteristik tersendiri. Kelompok musik ini juga memiliki lagu – lagu yang begitu kontroversial. Gelap juga menggaungkan orasi – orasi tentang sisi kegelapan dalam kehidupan manusia.

Lagu berjudul “Gerbang Timur”, misalnya, menjadi salatu hit terbaik. Unsur “Keangkeran”begitu terlihat dalam setiap liriknya.

‘Jiwa bumi ingatlah//Jiwa kubur ingatlah//kuatkan hatimu aku tak peduli// kuatkan imanmu aku tak peduli// karena aku kan terus menerus menghantuimu//kuatkan hatimu aku tak percaya//karena aku kan terus menerus menggodamu…//

Band asal Jakarta ini selain beranggotakan Rince K Dewi pada vocal, terdapat pula Anggaspin (Gitar), Oewis (Bas), Herry (Drum) Fadhil Indra Keyboard (Keyboard) dan lady Atrisia pada backing vocal.

Band itu terbentuk pada 30 November 2006. Melalui setiap karya, mereka membuktikan music beraliran keras merupakan sebuah pilihan. Sebuah jalan untuk mengisi kekosongan waktu dengan karya – karya terbaik. Seperti Angkara Murka, Dark Legion, Ashes dan In These Graves.

Band Betrayer juga kental dengan lirik lirik yang menggelitik. Sisi keangkeran kelompok musik ini terselip dalam lagu Bendera Kuning.

Lagu ini mengkisahkan tentang kematian. Melalui kematina seseorang tersentak dan bertobat untuk bias hidup lebih baik dari sebelumnya. ‘Banyak kenangan yang ada di otakku//aku berduka//lalu kuingat dosa diri sendiri// aku bertaubat….’

Keberadaan music bawah tanah terus berkembang. “Tiap tiap band memiliki sendiri untuk berorasi melalui lirik-lirik lagu. Ini yang membuat cirri khas tersendiri dalam setiap lagu mereka,” Jelas Reynold Silalahi. Pemerhati music rock.
(Sumber: Media Indonesia Edisi Sabtu, 16 April 2011/Iwan Kurniawan)
You can leave a response, or trackback from your own site.

Dokumentasi Ghurabba